Secangkir Kopi Hangat
Obrolan Kopi Pagi S AAT mentari memunculkan diri di ufuk, Arsha sudah duduk di bangku, di beranda rumahnya. Ditemani segelas kopi hangat dan sebuah surat kabar hari ini yang memberitakan demo penolakan kenaikan BBM. Sesekali ia menyeruput kopinya, seraya menggeleng. Sesekali pula matanya memicing dan mulutnya mencibir ketika melihat sebuah gambar yang menampilkan seorang polisi dan mahasiswa sedang baku hantam di antara demo yang berakhir rusuh. “Demonstrasi kok rusuh?” tanyanya entah pada siapa, karena saat itu ia sendiri. Kali ini ia menggelengkan kepalanya. Ia pun meletakkan surat kabar lalu berkata seraya mengambil cangkir kopi, lalu menumpahkan isi cangkir ke dalam mulutnya. “Mahasiswa itu kaum itelektual yang harusnya berpikir lebih pandai dalam menyelesaikan masalah, bukan dengan cara yang sama sekali tidak intelek seperti ini. Ini barbar namanya. Memaksakan pendapat namanya kalau sampai berujung ricuh,” katanya geram. “Aparat juga tak kalah salahnya, sebagai pelindung r