Air Beriak Tanda Tak Dalam, Kecuali "Salesman"
Ilustrasi: onemaulana.blogspot.co.id |
Kita semua juga tentunya mengetahui maksud tersirat dari kedua pepatah itu, yang mana nilai rasa dari masing-masing pepatah berkebalikan dengan kenyataan dalam kehidupan nyata. Tapi kenapa bisa seperti itu dan Pernahkah Anda mempertanyakannya?
Sebelum menjawab, baiknya kita ulas dahulu pepatah tersebut satu per satu.
Menurut wikiquote peribahasa atau pepatah Air Beriak Tanda Tak Dalam memiliki arti tersirat; (1) orang yang banyak bicara biasanya tidak berilmu dan (2) orang yang terlalu banyak berbicara adalah orang yang tidak terlalu paham masalah pembicaraannya.
Sementara itu, pribahasa atau pepatah air yang tenang menghanyutkan memiliki arti tersirat; seseoang yang mempunyai sifat pendiam biasanya cerdas dan mampu mengerjakan sesuatu yang besar.
Mungkin ada yang bertanya kenapa nilai rasa kedua pepatah tersebut berkebalikan? Berkebalikan di mananya?
Kalau begitu saya mencoba untuk menafsirkannya, kebetulan baru keingat beberapa menit yang lalu saat ingin pergi tidur. Karena tidak bisa tidur, meski sekarang sudah pukul 02.00 WIB jadi mending diisi sesuatu yang mungkin bisa bermanfaat bagi orang lain.
Sekali lagi, ini hanya tafsiran saya dan bisa disanggah oleh siapa pun. Kalau begitu kita lanjutkan.
Saya katakan nilai rasa kedua pepatah tersebut berkebalikan karena pada kehidupan nyata - saya mencoba menganalogikannya dengan sungai- air yang beriak justru menjadi tempat bermain yang mengasyikkan untuk semua orang. Bahkan, beberapa orang mengagumi riakan/gemericik yang tercipta saat aliran air menghantam batu-batu di sungai, yang dikatakan atau diibaratkan oleh sebagian orang suara alam yang menenangkan.
Bagaimana dengan air yang tenang menghanyutkan? Kembali lagi saya analogikan dengan sungai. Ketika kita melihat sungai yang dalam, cenderung aliran airnya bersifat tenang. Nah, hampir seluruh manusia, yang saya yakini, pasti akan berpikir dua atau tiga kali untuk bermain-main di sungai yang dalam. Terkecuali untuk mereka yang mengetahui atau menguasai teknik berenang.
Nah, dua ilustrasi atau analogi tersebut, mungkin bisa menggambarkan bagaimana kedua pribahasa atau pepatah memiliki nilai rasa yang berkebalikan dengan kehidupan nyata. Tapi kenapa dibuat berkebalikan? Apakah pribahasa tersebut memiliki tujuan?
Saya kembali mencoba menafsirkannya (lagi-lagi ini hanyalah tafsiran saya).
Hampir semua orang senang bermain di aliran air yang tidak dalam (sebatas betis atau semata kaki) yang menimbulkan riakan/gemericik. Tak ada rasa khawatir saat kita bermain-main di dalamnya bahkan kita kerap mengajak anak-anak untuk bermain. Pokoknya, akttivitas di atasnya terasa mengasyikkan.
Tapi, apakah benar air yang beriak tidak memiliki bahaya? Menurut saya, rasa terlena kita terhadap keasyikan dan keindahan akan sungai yang tak dalamlah yang menghilangkan bahaya. Kenapa saya katakan seperti itu? Mungkin ada yang bertanya seperti itu.
Menurut Anda bagaimana dengan batu-batu cadas yang cukup besar hingga kerikil-kerikil yang berada di dasarnya? Bagaimana dengan lumut yang membuat lantai sungai menjadi licin?
Bermain di tempat yang menyenangkan kadang membuat kita lupa akan bahaya-bahaya yang bisa ditimbulkan. Kerikil-kerikil yang berada di dasar sungai, belum tentu semuanya tumpul, sebab akan ada beberapa kerikil yang memiliki ujung runcing atau tajam yang siap melukai mereka yang terlena dan menginjaknya.
Belum lagi "kerja sama" lumut dan batu cadas besar. Jika Anda tidak hati-hati dan menginjak lumut itu dan terpeleset, lalu kepala Anda membentur batu cadas, apakah yang terjadi? Pasti luka yang sangat menyakitkan.
Nah, bagaimana dengan sungai yang dalam? Bukankah, meski dalam, juga memiliki kerikil, batu cadas, dan lumut? Mungkin ada yang bertanya seperti itu. Saya akan menjawab ya. Lalu, apa bedanya?
Kali ini saya akan menjawab berbeda atau sangat berbeda. Seperti yang sudah saya katakan di atas, ketika kita melihat sungai yang dalam, pasti kita akan berpikir dua sampai tiga kali untuk bermain-main di dalamnya.
Nah, di saat kita berpikir itulah kita akan lebih berhati-hati untuk memikirkan dampaknya. Jika tidak bisa berenang apakah Anda akan melanjutkan untuk bermain di dalamnya? Tentu, jika Anda berpikir logis Anda tidak akan masuk ke sungai itu jika tidak ada orang lain yang pandai dan mau mengajarkan Anda. Sebab, Anda bisa mati sia-sia.
Jadi, untuk orang-orang yang tidak memiliki kemampuan berenang yang baik tidak akan dapat menikmati berenang di sungai. Padahal, sungai yang dalam justru memiliki lebih banyak hal yang tersembunyi di dalamnya, misalnya lebih banyak ikan yang hidup di dalamnya, tumbuhan air, dan lain-lain. Bagi yang memiliki kemampuan berenang pasti akan mengetahui keindahan dari sungai yang dalam.
Lalu, apa hubungannya dengan judul? Yup, itulah intinya. Tapi saya tekankan, di sini saya tidak bermaksud menggurui, memprovokasi, melecehkan orang lain, mengecilkan golongan tertentu/kelompok, atau mengubah pandangan Anda, sebab saya bukan politikus, bukan pebisnis, dan tidak ada hubungan apa pun dengan organisasi mana pun. Saya hanya tukang pijat yang gemar menulis dan hanya ingin berbagi. Oke, kita langsung masuk pada intinya.
Apa yang saya utarakan dalam paragraf-paragraf sebelumnya adalah pengantar yang membawa kita untuk berpikir logis dan mengembalikan kita kepada pemikiran yang sebenarnya sudah terpikirkan oleh ahli-ahli pada masa lalu. Bukan berarti tidak modern, tapi mencoba mengambil yang baik apa yang sudah dipikirkan para leluhur kita.
Pada kehidupan nyata sekarang ini, seorang yang selalu banyak bicara, terutama "mereka yang tidak saya sebut" (karena kalian pasti tahu apa yang saya bicarakan di sini, karena saya yakin kalian cerdas), pasti menjadi buah bibir dan sorotan media-media. Karena secara teori bisnis mereka menjanjikan. Bahkan, bagi mereka yang kerap berbicara di depan umum pasti memiliki para penggemar yang sangat fanatik atau justru kembalikannya atau sering diistilahkan "haters". Dan ketika Anda menjadi fanatik atau haters, maka Anda tidak akan bisa melihat segala sesuatunya dengan jernih, sejernih mereka yang berposisi netral.
Tapi bagaimana jika kita kembalikan pada pepatah? Masihkan pepatah berlaku di kehidupan sekarang? Saya yakin masih berlaku. Sudah banyak bukti yang terpampang jelas, bahwa merekka yang terlalu banyak bicara akan memakan ucapan mereka sendiri. (Lagi-lagi tidak perlu saya contohkan). Saya juga tidak akan membahas ini lebih lanjut karena akan menjadi sangat sensitif.
Berikutnya, kenapa saya membawa salesman di judul saya? Yup, salesman yang saya beri tanda kutip, bukan bermaksud untuk mengecilkan mereka yang berprofesi sebagai salesman. Sebelumnya, jika ada yang tersinggung saya mohon maaf.
Salesman sendiri adalah jabatan pekerjaan seorang pria yang bertugas menjual produk ke konsumen, pedagang atau perusahaan lain. Jika wanita disebut salesgirl. Karena mereka selalu bekerja di lapangan (untuk sebutan bukan menetap di kantor) maka salesman disebut orang lapangan.
Tugas pokok salesman adalah menjual produk ke konsumen dengan target tertentu yang telah ditetapkan perusahaan. Keahlian yang dimiliki salesman adalah retorika, yakni kepandaian berbicara yang dapat membujuk orang lain untuk membeli produk mereka. Salesman yang memliki retorika paling baik merupakan salesma yang sukses. Bahkan ada ucapan yang beredar, seorang salesman harus mampu menjelaskan kebaikan produknya dan membujuk konsumen membeli walapun ia tahu barang atau produk yang dijualnya kurang bagus atau justru tidak bagus.
Tapi siapakah yang sebenarnya paling sukses jika salesman sukses menjual produk, salesman itu kah atau si konsumen? Saya rasa yang paling sukses adalah sang pengusaha.
Yup, itu sales di dunia usaha. Dan pengusaha sangat membutuhkan salesman.
Lalu kenapa saya beri tanda kutip pada kata SALESMAN. Salesman dalam tanda kutip berarti orang yang bukan salesman tapi bertindak sebagai salesman. Tujuannya sama, bekerja pada seseorang atau dirinya sendiri untuk meraih sesuatu yang besar, yang pastinya menguntungkan.
Saya pikir banyak sekali orang-orang yang memiliki profesi di balik profesinya, yaitu "salesman". Berbicara dan terus berbicara, menjual sesuatu yang tidak kita ketahui kualitasnya. Bahkan, cenderung hanya menonjolkan segala kebaikan.
Wow, saya juga tidak ingin berpanjang lebar tentang hal ini. Tentunya akan menjadi hal yang sensitif. Yang pasti, kembali kepada pepatah atau pribahasa yang saya ungkap, "Air Beriak Tanda Tak Dalam". Semakin banyak bicara maka semakin menunjukkan bahwa ia tidak memiliki ilmu, terkecuali ia seorang "salesman" yang bekerja pada perusahaan/pebisnis yang menjual "barang dagangan". Apakah mereka bisa dipercaya? Tergantung bagaimana posisi kita menyikapinya.
Oke itu saja saya kira, karena sudah jam 03.18 WIB dan saya sudah mulai mengantuk. Semoga kita bisa berpikir bijak untuk langkah yang kita ambil nantinya.
Komentar
Posting Komentar