Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2010

Feminisme Multikultural

Gambar
Feminisme Multikultural Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman) , berarti perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Tujuan feminis adalah keseimbangan, interelasi gender. Jadi, feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya. [1] Humm mengatakan bahwa: “Feminisms is the definition incorporates both a doctrine of equal rights for women (the organised movement to attain women's rights) and an ideology of social transformation aiming to create a world for women beyond simple social equality. Gerda Lerner argues that feminism must distinguish for itself between woman's rights and woman's emancipation.” “Feminisme adalah suatu doktrin persamaan hak untuk perempuan-perempuan (pergerakan yang diorganisir untuk mencapai [ha

TEORI POSKOLONIAL

Gambar
Poskolonial Secara garis besar dalam penelitian ini memiliki dua landasan teori, yakni mengenai poskolonial dan teori feminisme multikultural. Kedua teori tersebut akan mengungkap roman-roman kesastraan Melayu Tionghoa yang memiliki tema pernyaian sehingga kedua teori tersebut menjadi tepat untuk menggambarkan situasi dan kondisi perempuan atau seorang nyai pada masa kolonial. Secara etimologis poskolonial berasal dari kata ‘post’ dan kolonial, sedangkan kata kolonial itu sendiri berasal dari akar kata colonia, bahasa Romawi, yang berarti tanah pertanian atau pemukiman. Jadi, secara etimologis kolonial tidak mengandung arti penjajahan, penguasaan, pendudukan, dan konotasi eksploitasi lainnya. [1] Teori poskolonial merupakan teori kritis yang mencoba mengungkapkan akibat-akibat negatif yang ditimbulkan oleh kolonialisme. [2] Karena pada dasarnya poskolonialisme adalah akibat, yaitu era sesudah kolonialisme. Dengan demikian yang menjadi objek dari penelitian poskolonial adalah wacana

TEORI STRUKTURAL

Gambar
Struktural Greimas Teeuw mengatakan bahwa pendekatan struktural merupakan pekerjaan pendahuluan yang harus dilakukan oleh seorang peneliti sastra sebelum ia melakukan analisis lebih lanjut terhadap suatu karya sastra [1] . Teeuw berpendapat karya sastra sebagai dunia dalam kata mempunyai kebulatan makna intrinsik yang hanya dapat digali dari karya itu sendiri. Analisis struktural juga dilakukan agar diperoleh kesistematisan dan pemahaman yang lebih mendalam terhadap karya sastra, sehingga analisis selanjutnya yang hendak dilakukan menjadi lebih mudah. Sementara itu, Hawks (1978) mengatakan bahwa strukturalisme adalah cara berpikir tentang dunia yang dikaitkan dengan persepsi dan deskripsi struktur. Perihal struktur, Jeans Peaget menjelaskan bahwa di dalam pengertian struktur terkandung itu gagasan pokok yaitu: Pertama, gagasan keseluruhan dalam arti bahwa bagian-bagian atau anasirnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun

Teori Pernyaian dalam Masyarakat Tionghoa

Gambar
PERNYAIAN DALAM MASYARAKAT TIONGHOA (ADS) Cerita nyai merupakan sebuah jenis cerita dalam bahasa Melayu Rendah yang popular di Hindia Belanda pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, umumnya dikarang oleh orang Indo atau Tionghoa Peranakan. Pernyaian sendiri muncul pada masa kolonial yang dilakukan oleh perempuan pribumi atau Indonesia sebagai cara untuk mempertahankan hidup atau mengadaptasikan diri dengan masa kolonial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang diterbitkan Depdikbud pada tahun 1989 . seorang nyai memiliki kesinoniman dengan gundik dan selir. Baik nyai, gundik maupun selir, dalam KBBI, diartikan sebagai bini gelap, perempuan piaraan, dan istri yang tidak pernah dikawini resmi. Namun, kata ini memiliki konotasinya lain pada zaman kolonial Hindia Belanda . Ketika itu “Nyai” berarti gundik, selir, atau wanita piaraan para pejabat dan serdadu Belanda . Hal tersebut telah terjadi sejak abad 18-an, saat para serdadu Belanda melakukan penjajahan di